Including Blog

Rabu, 20 Juli 2011

Menjadi Gila

Menjadi Gila



Actually I'm telling about myself here. So it can be said also, I'm venting what I was thinking. Apa yang telah gue pikirkan belakangan ini, dan sering menghantui jiwa gue di tengah malam. Seperti.... Sebuah candu. Candu akan ketakutan yang membuat pikiran gue menjadi lebih terbuka. Gue pun juga bingung, ini sebenarnya adalah hal yang baik apa bukan? Dan pikiran ini berdampak cukup besar kepada diri gue (walaupun ini cuma baru pikiran), tapi ya justru dari pemikiran yang dibiasakan lalu akan membiaskan kepada tingkah laku, dan juga pola pikir. Sekarang menjadi pertanyaan lagi, ini memang pikiran atau hanya angan? Apapun itu, akan gue ceritain disini.


Ok, gue merasakan pemikiran ini kurang lebih dari 1-2 bulan yang lalu. Dan selalu muncul di tengah malam, which is jam-jamnya kerja buat gue ya secara gw insomnia.. Dan akan berakhir ketika matahari sudah bangun dari mimpinya. Aneh ya?

Pemikiran pertama, gue ingin menjadi gila.
Kenapa gila? Twitter sangat membantu gue untuk mencapai pemikiran ini.
Karena gue melihat banyak kemunafikan di timeline gue. Gue sangat jelas mengenal siapa mereka, tapi mereka bertingkah 180 drajat berbeda ketika di Twitter.
"Tweet to express, not to impress." Mungkin itu yang harusnya mereka ungkapkan.
Begitu juga di kehidupan yang nyata. Kemunafikan seperti jamur di kulit. Mudah untuk menyebar, namun tersembunyi. Kotor, dan sulit untuk diobati.
Apapun jenisnya, kemunafikan adalah racun.
Dengan menjadi gila, seseorang tidak akan mengenal seperti apa struktur kemunafikan itu sendiri. Dengan menjadi gila, seseorang akan melakukan apapun yang ia kehendaki tanpa memperdulikan apa yang akan terjadi.
Dengan menjadi gila, seseorang akan sangat aktif, menghargai dan perduli akan apa yang ada disekitarnya.
- Dengan menjadi gila, seseorang akan sangat aktif, menghargai dan perduli akan apa yang ada disekitarnya. Kenapa? Mereka akan sangat amat mengamati apapun yang ada di sekelilingnya, dan 'menyentuhnya'. Apapun itu. Air, udara, bau, benda.
Pernah gue berbicara dengan seseorang yang bisa dibilang 'kurang waras' di sekitaran Puncak. Gue yakin dia enggak berbahaya, karena dia seperti berbeda dengan yang lainnya.
Dia menggunakan pakaian ala Eskimo yang terbuat dari karung-karung beras yang udah di design sendiri sama dia hingga menjadi sebuah pakaian. Dia berdiri di pinggir jembatan, yang awalnya gue kira mau bunuh diri. Gue pun dengan berani menghampiri dan menyapanya.

"Permisi pak, sedang apa?"
dia awalnya diam, lalu gue tanya lagi.
"Permisi pak, sedang apa nih?"
lalu dia menjawab "Bernafas.."
jawaban dia yang membuat gue semakin bertanya-tanya..
"Bernafas? Kita sudah bernafas sejak kita dilahirkan p...." dan dia langsung memotong,
"Kita bernafas karena udara, tapi kita jarang menghargainya." dengan nada berat. Sepertinya dia menjadi seperti itu dikarenakan stress.
Dan gue ingin melanjutkan pembicaraan itu karena gue pikir ini sangat menarik untuk dibahas, terutama dengan lawan bicara yang lebih menarik lagi. Tapi apa daya, temen-temen gue udah keburu manggil gue dan pada ketakutan gue di apa-apain. Akhir kata gue ucapin selamat tinggal ke bapak itu, tapi dia malah diem aja. Yaudah..

Dari situ gue mempelajari. Bahwa kegilaan akan menjadikan kita lebih menghargai apa yang ada disekitar kita, yang tidak dilakukan pada manusia normal umumnya.
Keadaan air, udara, suara, getaran, atau debu sekalipun. Apapun yang ada disekeliling kita. Kita hanya menganggapnya sesuatu yang biasa, atau malah justru sesuatu yang mengusik. Hal itu dikarenakan sudah terbiasa berada disekeliling kita, atau justru sebaliknya, kita tidak pernah menjumpai hal itu sehingga kita menganggapnya seperti ancaman. Seperti misalnya, kita terbiasa hidup di rumah yang bersih, dan ketika kita mendatangi rumah yang berantakan dan kotor, kita tidak akan merasa nyaman berada di tempat itu.
Kegilaan juga membuat kita bebas berekspresi. Gue jadi inget sama salah 1 pelukis hebat masa impresionis dari Belanda, Vincent van Gogh. Yang mengalami banyak tekanan pada hidupnya lalu menjadi gila. Dan disaat ia menjadi gila, justru disitulah puncak dari karirnya dimulai. Ia mulai melukis apapun yang ada di memori dia tanpa merusak kualitasnya. Dia tidak lagi memperdulikan apa pun, termasuk "Hukum". Dikarenakan dia pernah di penjara dulu akibat melukis sesuatu yang melanggar hukum. Namun, ia sudah menjadi gila pada akhirnya, tidak akan ada hukum yang bisa membunuhnya. Tidak akan ada hukum yang membunuh HAM dia untuk melukis.
kegilaan membuat
Kegilaan akan membuat berhenti menjadi munafik. Tidak akan ada manusia yang gila namun tetap munafik. Dia akan menjadi siapa dia sebenarnya (termasuk over appreciate) terhadap apa yang ada disekitarnya. Dalam konteks ini, gue memasukan kriteria "orang gila" sama seperti "bayi yang baru lahir", yaitu = tidak berdosa / suci. Apapun yang mereka lakukan (ketika menjadi gila), ya mereka lakukan. Tidak dikarenakan telah terinspirasi, ataupun untuk mendapatkan perhatian. Mereka melakukan apa yang mau mereka lakukan, thats all! Mereka tidak dipengaruhi oleh gaya, mereka menjadi mereka. Tidak membutuhkan cinta, tidak membutuhkan gadget, tidak membutuhkan teman.... Mereka hanya membutuhkan, perlindungan.....



Dan gue, sangat ingin menjadi gila.
Itu mengapa gue sering dengan sengaja berfikir terlalu keras. Berfikir terlalu logis sehingga membuat otak gue gak mampu untuk menghandle nya.
Untuk menjadi gila.























Selasa, 12 Juli 2011

Dimana Toleransi Itu Hidup?

Dimana Toleransi Itu Hidup?


Apa itu toleransi?
Toleransi. Sudah menjadi judul dari BAB saat kita duduk di sekolah dasar hingga ke sekolah menengah atas. Tapi, seperti apa praktiknya di lapangan? Ketiadaan.
Agama. Apa itu agama?
Kita sudah mempelajari mengenai hal itu yang juga sama, sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah keatas. Tapi, seperti apa praktiknya di lapangan? Kehampaan.
Toleransi dalam beragama, bagaimana?
Omong kosong. Anggap itu sebuah dongeng sewaktu kecil dan kita hanyalah akan mengenangnya. Mungkin memang banyak masyarakat di Indonesia yang tidak sekolah ataupun putus sekolah. Kita pun memakluminya. Tapi, apakah 'mereka' hanya memakluminya begitu saja? Sebisa mungkin, kita juga akan ikut serta dalam membantunya.

Tapi bagaimana dengan mereka yang sanggup sekolah, mereka yang menjalani sekolah dengan cukup, atau bahkan hingga tinggi, tapi tidak mengenal toleransi antar umat manusia?
Mereka hanyalah seperti padi yang ditanamkan di gurun pasir.
Berharga, tapi tidak berguna.
Kesalahan pertama semenjak di sekolah dasar hingga sekolah menengah atas adalah,
mereka hanya mengajarkan toleransi antar umat beragama. Disitu, mereka menutup mata dan hanya menganggap manusia yang ada itu manusia yang beragama, dan itu jelas baik, bagi mereka.
Dan disitu juga lah kesalahan fatalnya terletak.
Kesucian akan martabat menyapu bersih akhlak mereka yang sudah diajarkan, dikarenakan ajaran yang juga menyesatkan.
Sehingga melahirkan generasi sesat dalam berfikir mengenai Toleransi, dan selamanya akan seperti itu.
Hingga timbul anggapan, "Mereka yang beragama itu SANGAT LAH BAIK, karena semua agama mengajarkan KEBENARAN". Which is, "Beragama" = "Baik". Tidak beragama = "BURUK".
Ya, kurang lebih begitu penjelasannya.

Lalu, dimana letak TOLERANSI yang sesungguhnya itu berada?
Dimana kebebasan akan berbicara itu berdetak?
DIMANA HAK ASASI MANUSIA ITU BERNAFAS?
Kalau saja sudah sejak dulu kita diajarkan kesesatan dalam mengartikannya.
Kesesatan dalam menafsirkan, toleransi antara manusia, yang sesungguhnya sedang kita hadapi sekarang.

Kita selalu akan ada berontak sewaktu-waktu pada otak, dan menciptakan sebuah pemikiran yang idealis. Kadang itu dipengaruhi masa lalu, lingkungan, ataupun AGAMA.
Sehingga adalah hal yang lumrah jika datang seseorang berkhotbah begitu saja lalu pergi, seseorang yang berteriak-teriak akan emosinya lalu menangis, atau juga seseorang yang muak akan semuanya. Disitu lah HAK ASASI berada. Hak untuk berbicara, hak untuk mengutarakan pendapat, hak untuk bebas berfikir, hak untuk hidup.
Tapi, toleransi agama yang diajarkan sejak dulu merusaknya. Seakan-akan, hak itu dikekang oleh agama. Hak itu....... Diikat dengan erat oleh dasar-dasar hukum agama.
Sehingga HAM pun sudah tidak bernyawa, mati dengan ikatan yang begitu kencang.
Itu lah kita hari ini.

Pagi ini, gue nonton berita-berita di salah 1 channel. Yang sepertinya sangat menjelaskan berapa kuatnya suatu agama itu. Mencabik, menghakimi, membabi buta HAK ASASI MANUSIA.
Bagaimana dasar agama, menjadikan orang lainnya sangat terikat dan dipaksa patuh terhadapnya. Miris, dan menyedihkan... Sempat beberapa kali gue meneteskan air mata, air mata mereka, kesakitan mereka akan kekangan ini.
Hingga akhirnya gue mengeluarkan ucapan maut "Emang udah sangat jelas deh kalau AGAMA itu emang MERUSAK HAK ASASI MANUSIA."
Sebenarnya ini adalah tweet pancingan, bagaimana mereka, yang beragama beraksi.
Namun pancingan ini sangatlah paten. Hingga dapat memperlihatkan seperti apa mereka yang bergama itu berfikir kritis kepada apa yang ada disekitarnya.



Jelas mereka adalah orang yang beragama, jelas memiliki Tuhan.
Dan seperti itu mereka. Lebih geram dan lebih liar dari binatang. Hahaha, lucu ya?
Lalu gue juga mendapat respon positif dari orang-orang yang beragama, tapi berfikiran terbuka mengenai statement gue.



Pikiran mereka terbuka, sekalipun mereka beragama.
Bukan makhluk bar-bar. Itu lah toleransi.
Toleransi bukan saja antar umat beragama, toleransi yang sebenarnya adalah toleransi antar manusia. Bagaimana kita menghargai, memiliki perbedaan pendapat dan pikiran, maka membuat forum diskusi. Bukan dengan pelecehan yang seakan-akan menganggap drajatnya lebih tinggi. Yang padahal, belum tentu mereka sendiri mengerti akan agama yang mereka percaya, belum tentu juga menjalankan perintah-perintah dari Tuhannya.
Hanya akan datang ketika agamanya di sudutkan, dan begitu saja. Seperti pemain cadangan yang meneguk anggur merah basi, pahlawan kesiangan tanpa dasi, apalagi?

Bahwa sesungguhnya, kita memiliki kebebasan dalam memilih agama, atau bahkan tidak memilih. Itu adalah keputusan dari tanggung jawab yang akan di ambil oleh masing-masing manusia. Lalu mengapa diributkan?
Seseorang hingga bisa melenceng kejalan yang lain, pasti dikarenakan sesuatu. Tidak belok begitu saja. Pasti dikarenakan sesuatu. Realita, masa lalu, fakta, pemikiran, pengelihatan, atau apapun..
Bukan berarti mereka yang 'tidak percaya' itu sesat. Karena nilai religius bisa ada di dalam diri mereka yang tidak percaya, tapi belum tentu nilai religius berada pada diri mereka yang percaya.

Hanya mereka yang pintar, yang mengerti.











Rabu, 15 Juni 2011

Wanita dan Eksploitasi

Wanita, dan Eksploitasi


Dunia tertawa makin keras. Tanah, air, udara, beserta keluarganya sudah tidak mengacuhi lagi rutinitas manusia yang pada umumnya juga membuang muka mereka ke di hadapan lingkungan, apalagi yang membuang harga dirinya demi kebahagiaan dan mengikuti kekejaman era berbungkuskan pesta meriah.
Kira-kira seperti ini lah fenomena yang sedang beraksi hari ini.

Mungkinkah kita ini pintar? Mungkinkah kita ini bijaksana?
Mungkinkah kita ini........ Wannabe? Atau mungkinkah kita ini buta?
Mungkinkah kita lupa dimana diri kita berada...
Indonesia, negara maritim timur.

Dan mengenai Eksploitasi?
Busana hari ini semakin menjadi, semakin banyak yang mengikuti, kadang juga terbodohi.
Mereka menganggap itu adalah pacuan untuk mendapatkan strata harga diri yang tinggi. Oh tidak kawan, ini hanya duniawi.
Berlomba membentuk lekukan tubuh dan memamerkannya ke depan umum! Siapa yang menampung banyak lirikan, dia mendapat mahkota dan diangkat lah sebagai putri sexy hedon dengan jutaan mawar merah di kemaluannya. Dan mereka bangga akan itu.
Tertidurlah kawan, tidur! Bermimpi lah! Hingga esok kau terbangun dan mengingat siapa dirimu sebenarnya. Dimanapun engkau menginjakkan kaki mu, disitu nama Indonesia mengaung. Mungkin bisa saja engkau hidup di kekotaan Eropa, tapi kulit dan dubur mu akan selalu tertanda negara mana engkau berasal, Indonesia.

Dulu, adalah hal yang ANEH untuk melihat wanita menggunakan...... hot pants?
Dulu, adalah hal yang TIDAK WAJAR untuk melihat wanita mengenakan..... dress yang terbuka? Tentu nya bukan disebuah pesta pagelaran yang mewah.
Tapi di tempat umum... Dan kini, hal itu sangatlah wajar. Mengapa?
Pendidikan EKSPLOITASI dari negara asing.

Sekarang ini, wanita sudah biasa meng-eksploitasi tubuhnya.
Mereka bahkan bangga juga berlomba akan hal itu. Entah mengapa? Sepertinya lomba pelacuran sudah di mulai.
Hal ini juga mungkin dikarenakan mereka merasa nyaman, yang dikarenakan dominasi Hollywood, yang berakar awal dari musik dan film.
Musik dan film Hollywood ini membuat kita berfikir secara instan, yang tidak lain menyebarkan sebuah doktrin. Jangankan terhadap wanita, terhadap anak-anak aja juga sudah mendoktrin terutama lewat sebuah musik.
Yang lebih anehnya lagi, wanita yang sudah biasa menjadi korban eksploitasi fisik justru merasa sah-sah aja dengan tereksploitasinya tubuh mereka.
Dunia ini sudah gila... Kini, virus itu telah membuka pintu di dunia entertain negri ini. Merusak, dan membusukan semua yang ada. Baik pemeran ataupun penontonnya. Merusak otak mereka hingga akar-akarnya, menyebarkan virus doktrin yang sukar untuk dicerna menjadi sebuah berita hangat yang memberikan perlombaan terhadap tonjolan fisik. Ajaran agama pun mulai terlena. Keperawanan pun bukan hal yang penting, yang terpenting adalah cinta. Agak menyaring telinga dan pikiran sebenarnya. Tetapi disinilah neraka yang sebenarnya terbentuk,
hingga hancurnya bumi dengan pelacur-pelacur keluaran pabrik en-ter-tain memenuhi setiap jalanan kota, pasar berganti menjadi lokalisasi. Orang tua menyetubuhi anaknya sendiri, ayah bermain dengan anjing, kuda mulai membumi, dan air mata sudah tidak ada harganya lagi. Eksploitasi fisik bagi wanita mulai hidup mandiri, hingga kita sudah tidak ingat lagi dimana kita sedang berdiri.

















Photobucket

Sexy kan?














Selasa, 14 Juni 2011

Pertanyaan?

Pertanyaan ini terutama untuk kaum yang beragama, theist, polytheist, atau apapun.
Dari gue, seorang yang tidak mempercayai keberadaan 'pemimpin' yang ada; kalian percaya akan keberadaannya.

Sebagai orang yang berotak tunggal (; tidak mempercayai keberadaan 'pemimpin' itu),
ada beberapa pertanyaan yang terkumpul di benak gue. Tapi ini bukan mempertanyakan-Nya.. Tapi, mempertanyakan "Apa yang ada di benak kalian?"

Gue mempercayai bumi ini terbuat begitu saja. Seperti teori-teori ilmiah yang sudah pernah dikemukakan. (Teori Big Bang, Teori Kabut Kant-Laplace, Teori Planetesimal, Teori Pasang Surut Gas, Teori Bintang Kembar)yang jika dijelaskan adalah, bahwa bumi ini berasal dari suatu gumpalan kabut raksasa yang meledak dahsyat, kemudian membentuk galaksi dan nebula. Setelah itu, nebula membeku membentuk galaksi Bima Sakti, lalu sistem tata surya. Bumi terbentuk dari bagian kecil ringan yang terlempar ke luar saat gumpalan kabut raksasa meledak yang mendingin dan memadat sehingga terbentuklah bumi.
Namun kalau menurut mereka yang mempercayai-Nya, pasti mengatakan "Bumi ini tidak semudah itu saja, pasti ada sebuah kosmos dan 'A man behind the scene'."

Yang menjadi pertanyaannya, untuk apa bumi ini tercipta amat rumit seperti yang dijelaskan oleh beberapa ilmuwan/pengemuka teori-teori yang ada, jika sebenarnya ada yang mempermainkan ini semua untuk memudahkan terciptanya bumi serta alam semesta dengan cara yang singkat?


Gue juga menyatakan bahwa semua agama itu memberikan pelajaran yang baik, walau tidak semua isinya mengajarkan tentang kebaikan. Gue pun belajar mengenai kehidupan dari apa yang diajarkan dari beberapa kitab, tidak bisa dipungkiri, terjadinya peraturan di dunia dikarenakan diambilnya beberapa 'penerangan' dari kitab suci itu sendiri. Which is, tanpa kitab suci & ajaran agama, maka tidak akan ada peraturan di dunia ini.. Tapi, pernah mendengar penyebutan kasar "Seagama adalah keluarga, mereka yang bukan adalah musuh/bukan keluarga" dari sebuah ajaran agama? Gue ga akan menyebutkan itu ada di agama mana, balik lagi..... Bagaimana dengan agama yang berani menyatakan bahwa agamanya mengajarkan kebenaran dan kedamaian?
Lalu keterikatan kita kepada surga dan neraka. Apakah surga dan neraka dibangun hanya untuk mematok kerja keras, amal baik dan keburukan kita? Apakah 'pemimpin' itu maha pengampun? - kata pengampun itu sendiri memberikan banyak misteri. Dengan ampunan, maka neraka hanyalah tempat singgahan saja, mungkin juga akan kosong pada akhirnya. Ini juga memberikan brainwash kepada masyarakat yang percaya akan hal ini, bahwa sebuah dosa masih bisa ditebus, karena 'pemimpin' nya maha pemaaf dan pengampun. Terlihat sangat jelas, bahwa sangat rendah derajat surga itu, dan juga, sangat otoriter sekali terhadap mereka yang 'bukan keluarga' yang diberikan jaminan NERAKA.

Hal ini yang menjadikan eksistensi dari Surga dan Neraka itu menjadi tabu.
Seperti sebuah kubu ketentraman sesaat yang memberikan patokan luas terhadap dosa dan amal baik, juga memberikan negoisasi terhadap dosa itu sendiri, menjadikannya dosa dapat di hapuskan dengan amal baik yang akan terus berlangsung hingga kiamat datang.


Terakhir, mengenai kiamat.
Kiamat yang gue telaah dan kita semua tau adalah kehancuran. Memang benar, atau mungkin juga benar. Tetapi kehancuran seperti apa?
Penjelasan mengenai tanda-tanda kiamat menurut gue juga menghadirkan brainwash yang buruk kepada masyarakat, sehingga masyarakat selalu terikat "Kiamat sudah dekat" ; yang sebenarnya kita pun tidak tau kapan kiamat itu akan datang? Kiamat-kiamat kecil yang dijelaskan (Banjir besar, gunung meletus & hal-hal yang mencitrakan bahwa bumi kian memburuk) pun sudah terjadi sejak ratusan ataupun jutaan tahun yang lalu. Apakah ini pertanda kiamat? Tapi kapan? Kita tidak tau... Dan ada juga penjelasan tentang pengelompokkan kiamat itu sendiri. Ada yang menjelaskan kiamat akan terjadi dengan api, dan juga sebaliknya, dengan air (kedinginan), dan ada juga yang mengatakan dengan kehancuran alam semesta beserta isinya.
Apakah mungkin ini adalah takdir alam? Apakah ini memang sudah ditakdirkan dari pertama kalinya dunia ini tercipta?
Atau... Kiamat ini bukan lah takdir, akan tetapi mengenai kerapuhan dunia ini sendiri yang tidak bisa menahan umurnya terlalu lama, kemungkinan juga dikarenakan isi di dalamnya. (Ex: Global warming) yang pada akhirnya dapat menyebabkan kepunahan terhadap seluruh isi-nya.


Mungkin segitu aja pertanyaan dari gw.
Kalau bisa dijawab semuanya, mungkin bisa memberikan gue masukan :)
untuk menjawab pertanyaannya, bisa email ke email gue di aldy_shekoski@hotmail.com
terima kasih yang sebesar-besarnya terhadap kalian yang mau menjawab...




Tidak percaya bukan berarti pendosa.
Tidak percaya bukan berarti musuh.
Tidak percaya bukan berarti tidak ingin tahu.
Tidak percaya bukan berarti bodoh.
Namun, tidak percaya adalah proses pencarian terhadap sesuatu yang ingin dipercaya dengan sebuah bukti yang riil dan valid.












Senin, 25 April 2011

Cinta Sejati, Tidak Instant

Cinta Sejati, Tidak Instant



Mencintai, dan dicintai. Tidak semudah itu jika diungkapkan dengan kata-kata.
Tapi pada dasarnya, setiap binatang (manusia, hewan) pasti akan merasakan ini, tapi berbeda cara untuk menghidupi, dan menyikapinya.
Pada dasarnya, kita harus dapat mengetahui, dan mengerti apa yang sebenarnya dirasakan, dengan otak dan juga hati. Jangan sampai salah satunya digoyahkan dengan perasaan ini.
Saling menyukai, adalah hal yang wajar. Baik antara sesama jenis atau berbeda jenis, atau antar keduanya. Bukan sesuatu yang dilarang atau tidak lazim, karena dasarnya kita memiliki hak untuk itu, dan itu bukan sesuatu yang hina. Tiap-tiap manusia memiliki kebebasan untuk memberikan dan mendapatkan cinta, dari siapa saja (dasarnya). Setelah terbentuk suatu hubungan, mungkin hal itu akan berbeda, yakni dengan mengikuti struktur pendapat, argumen, asumsi, prinsip dan komitmen yang sudah harus dibuat sejak awal sebelum hubungan itu terbentuk.

Tergantung dari beragam manusia yang ada, dengan beragam cara penyelesaian dalam menghadapi sebuah perasaan yang kita ketahui itu adalah cinta, tiap-tiap orang memiliki perbedaan dalam menyikapinya. Lo, gue, dan mereka, selalu berbeda, walau mungkin ada sedikit kesamaan.
Tapi yang mau gue jelaskan disini, mengetahui, bahwa cinta sejati itu tidak instant. Dan seperti apa cinta sejati menurut gue itu.
Cinta, menurut gue adalah kebebasan dalam menerima dan memberi sesuai dengan komitmen awal yang menghasilkan sebuah hubungan sehat tanpa mengurung HAM tiap-tiap orang dengan prinsip dan komitmen tertentu yang sudah dibangun sejak awal.
Jadi, untuk mendapatkan cinta itu sendiri, antara lo dan dia harus memiliki prinsip dan komitmen, 'akan dibawa kemana cinta kita', 'akan seperti apa cinta kita', 'seperti apa jalannya', 'apa yang harus dihidupi dan harus dimusnahkan', dan sejenisnya.

Simple nya, mungkin pernah kita merasakan menyukai seseorang dari bermacam pandangan yang ada. Mungkin dari fisik, intelektual, atau materi. Itu bukan masalah, karena wajar manusia memiliki beragam angan dari otak dan hatinya untuk mencapai apa yang di impikannya.
Dan ketika orang yang kita sukai itu juga menyukai kita, tidak seharusnya dengan begitu saja membentuk sebuah hubungan, yaaa yang bahasa sekarangnya adalah pacaran. Terlebih, tanpa kita mengenal siapa dia, seperti apa dia, lingkungannya, dll.
Karena, cinta yang riil itu sangat membutuhkan waktu.
Waktu untuk mengerti, mempelajari, dan menerima.
Atau konsekuensinya adalah, kehancuran ditengah-tengah. Seperti yang banyak ditemui sekarang ini, gue, lo, dan mereka juga pasti pernah merasakannya. Kalau begitu, untuk apa harus terjadi lagi? Kita sendiri ga tau seberapa lama kita hidup di bumi ini, tidak ada garansi nyawa untuk hidup kekal atau dengan batas sampai kapan yang ditentukan. Yang menjadi pertanyaannya, "Mau sampai kapan kalian seperti ini?"
Kutipan dari Sherlock Holmes (tokoh karakter detektif karangan Conan Doyle) yang kata-katanya selalu gue inget selama ini adalah, "You see, but you don't observe."
Yang gue artikan dalam hal ini: kita sudah pernah merasakan kegagalan, maka mengapa harus kita mengulangi kegagalan itu dengan orang lain? Mengapa kita tidak ambil langkah baru yang lebih jelas untuk menjauhi kegagalan itu? Dengan apa yang pernah terjadi, apa yang seharusnya ditinggalkan dan mana yang seharusnya dilakukan.

Menurut pandangan gue. Cinta sejati tidak monton atas dasar materi, fisik ataupun intelektual. Karena 3 hal ini akan musnah, berganti begitu aja.
Lalu seperti apa sih cinta sejati itu?
Cinta sejati, dimana lo mencintainya dari kekurangan hingga kelebihannya, menerima seperti apa kelak ia menjadi, kelak apa yang ia lakukan, siap menanggung setiap resiko bersamanya, mengerti seberapa pantas dan dapat ia membahagiakan lo, mengetahui siapa dia, mempercayainya dan mengerti akan seperti apa kelak lo berdua.
Tidak ada yang ditakuti, dalam faktor apapun. Kelak ia kehilangan fisik yang lo dambakan, kelak ia kehilangan materi yang lo impikan, kelak ia kehilangan jiwa dan mentalitasnya, itu bukan masalah besar buat lo. Justru dengan keberadaan lo, memberikan hasil, bagaimana lo bisa membuatnya menjadi terlihat sempurna, dengan semua kekurangannya.
Akan ada hubungan saling memberi dan menerima. Baik dengan otak ataupun dengan hati, sebut saja komitmen dan prinsip. Akan dibawa kemana, dan seperti apa. Itu yang harus dilakukan, dan membutuhkan waktu, tidak instant.
Hal pertama yang dibutuhkan pastinya adalah kesiapan mental. Karena itu yang menuntun lo kelak. Faktor lainnya, harga diri, tapi bukan gengsi. Karena harga diri yang akan menjadikan seperti apa karakter lo nantinya. Baik bersamanya atau tidak.

Jadi point dasarnya, bahwa cinta sejati menggunakan otak dan hati, tidak mencintai dari segi fisik, intelektual ataupun materi. Tapi menerima dan memberi, dengan prinsip dan komitmen yang sudah dibangun sejak awal, menjadikan kekurangan sebagai kesempurnaan melalui hak, yang dibangun dari kesiapan mental dan harga diri, menjadikannya sebuah cinta yang kekal, dan pastinya, tidak instant.

"A dream you dream alone is only a dream, a dream you dream together is reality."
- John Lennon


















Senin, 18 April 2011

Kegilaan Dalam Diriku

Sepertinya gue mulai merasakan titik-titik insanity dalam diri gue.
Bukan dalam tanda kutip, tapi memang benar nyata. Gue merasakannya, tapi tidak terlalu banyak.
Tapi hal ini justru sangat memberikan potensi terhadap bagaimana gue berfikir, dan menyikapi yang terjadi. Mungkin dulu belum seperti ini, dan mungkin sekarang tidak akan seperti esok.
Gue melakukan hal-hal yang tidak bisa di duga gitu aja. Gue melakukan sesuatu yang... Aneh, dan tidak wajar, tapi memberikan kepuasan.
Seperti misalnya, akhir-akhir ini gue gemar untuk menciptakan darah dikulit-kulit gw disaat gw menghadapi
sebuah ujian.
Entah dengan menggoresnya dengan pisau, atau menusuknya dengan jarum atau benda-benda tajam. Di kala itu, menciptakan darah sangat membantu gw dalam menghadapi persoalan yang ada. Dengan terciptanya darah, semua masalah terasa jauh lebih ringan. Beban terasa berkurang. Bukan emo, bukan stress juga. Ini seperti, ketidak laziman psikis. Gue menyadari itu. Tapi dari sini lah jiwa dan raga gw berjalan.

Jauh sebelum hal ini terjadi, setiap gue menghadapi permasalahan yang berat, gue suka mencabuti rambut-rambut gw. Dengan maksud, 1 helai rambut adalah satu permasalahan itu. Dan berharap ketika dicabut, maka permasalahannya akan juga ikut hilang. Dan hal ini juga sempat bekerja, tapi berdampak negatif, seperti kerontokkan dan kepitakkan hahaha. Maka ritual ini berhenti dilakukan.
Juga dengan menggigit kuku jari. Mungkin hal ini sudah biasa / banyak orang yang juga melakukannya. Memang sebuah tindakan psikis, tapi hal ini juga berguna. Disaat gw menggigit jari kuku gue, gue tidak sadar ketika melakukannya, tapi gue sadar bahwa gue sedang berfikir pada saat itu, untuk menciptakan solusi.

Tapi yang paling menyelesaikan semuanya adalah dengan mengeluarkan darah.
Setelah darah gue itu keluar dari tubuh gue, gue merasakan, kebebasan.
Gue merasakan, hal ini berjalan dan selesai begitu mudah dengan mengeluarkan darah.
Dari sini gue mengeluarkan kesimpulan, kadang kekerasan memang diperlukan untuk menciptakan sebuah ketenangan. Bukan berarti kekerasan selalu berdampak buruk. Kadang juga, untuk melahirkan perdamaian, harus dilalui dengan kekerasan. Sangat sulit bagi mereka yang idealis dengan prinsipnya sendiri, yang mengikuti egonya dan menutup pendapat orang lain. Bagaimana jika kita menghadapi orang seperti itu? Jika dengan jalan tenang tidak juga bisa, jalan lainnya adalah kekerasan..

Dan gue adalah penikmat kopi. 1 hari bisa menghabiskan 2-3 gelas kopi.
Dan yang anehnya, sekarang gue juga menikmati ampasnya. Setelah kopi itu habis dan menyisakkan ampas, gue tuangkan air kembali ke ampas itu dan meminumnya.
Hal ini juga menyatakan, bahwa tidak semua hal yang 'tidak enak' itu tidak berguna.
Ampas itu juga bisa diminum, dan tidak beracun. Mungkin kafein memang memiliki efek samping, tapi tidak serius.

Di tengah malam, tepatnya menjelang pagi. Otak gue selalu berpergian kemana-mana.
Tidak pernah fokus, tapi melahirkan banyak ide yang tidak bisa disimpulkan begitu aja. Ide-ide yang menurut gue brilliant. Sayangnya, tidak bisa diungkapkan, hanya bisa dirasakan.
Gue menciptakan ke-anehan dalam diri gue, dengan senang hati. Dikala semua orang berlomba-lomba untuk tampil sebaik mungkin.
Tapi ini lah gue, dengan diri gue sendiri, mencoba untuk mengobservasikan pencitraan hidup, dengan apa yang menurut gue berguna, bernilai, dan relevan.




Kegilaan, bukan berarti orang itu tidak memilki otak.
Tidak waras, bukan berarti dia tidak memiliki jiwa.

Selamat pagi.












Rabu, 06 April 2011

Ambisi, Target Tanpa Batas

Ambisi, Target Tanpa Batas




Ambisi memang mungkin memberikan dampak positif bagi kita untuk mencapai sebuah titik yang kita inginkan. Ambisi juga membawa ke-optimisan kepada impian dengan berusaha untuk mencapainya, apapun itu.
Menentukan ambisi sangatlah penting. Dimana, kapan, untuk apa, sebab - akibat, dengan cara apa, dsb.

Namun, menurut saya bahwa ambisi lahir dari impian dan nafsu.
Karena impian, kita menginginkannya agar terwujud, dan dengan nafsu, kita terus menjalankannya tanpa henti untuk mencapai impian tersebut.
Dengan begitulah ambisi terus berjalan.

Seperti yang kita ketahui, bahwa sangatlah sulit untuk mengatur hawa nafsu kita sendiri, mungkin dengan sebuah batasan.
Tetapi, hal itu bisalah sajah terlupakan seiring dengan berjalannya nafsu tersebut.
Hal ini cukup menjelaskan, bahwa ambisi termasuk penyaluran nafsu yang tidak terbatas.



Di hirarki diatas menjelaskan bahwa ambisi, jelas akan melahirkan sebuah kesesatan.
Bagaimanapun cara kita mengatasi ambisi itu sendiri.

Bagaimana cara kita agar tidak terjebak kedalam lingkaran ambisi itu sendiri adalah dengan cara menghapus ambisi itu sendiri.
Optimis boleh, tapi tidak dengan sebuah ambisi.
Setiap terlintas sebuah keinginan, cukup pikirkan bahwa kita dapat mencapainya, tanpa harus mendapatkannya dan menguasainya.

Tekadkan, kita bisa, kita raih, dan kita bersyukur.