Menjadi Gila
Actually I'm telling about myself here. So it can be said also, I'm venting what I was thinking. Apa yang telah gue pikirkan belakangan ini, dan sering menghantui jiwa gue di tengah malam. Seperti.... Sebuah candu. Candu akan ketakutan yang membuat pikiran gue menjadi lebih terbuka. Gue pun juga bingung, ini sebenarnya adalah hal yang baik apa bukan? Dan pikiran ini berdampak cukup besar kepada diri gue (walaupun ini cuma baru pikiran), tapi ya justru dari pemikiran yang dibiasakan lalu akan membiaskan kepada tingkah laku, dan juga pola pikir. Sekarang menjadi pertanyaan lagi, ini memang pikiran atau hanya angan? Apapun itu, akan gue ceritain disini.
Ok, gue merasakan pemikiran ini kurang lebih dari 1-2 bulan yang lalu. Dan selalu muncul di tengah malam, which is jam-jamnya kerja buat gue ya secara gw insomnia.. Dan akan berakhir ketika matahari sudah bangun dari mimpinya. Aneh ya?
Pemikiran pertama, gue ingin menjadi gila.
Kenapa gila? Twitter sangat membantu gue untuk mencapai pemikiran ini.
Karena gue melihat banyak kemunafikan di timeline gue. Gue sangat jelas mengenal siapa mereka, tapi mereka bertingkah 180 drajat berbeda ketika di Twitter.
"Tweet to express, not to impress." Mungkin itu yang harusnya mereka ungkapkan.
Begitu juga di kehidupan yang nyata. Kemunafikan seperti jamur di kulit. Mudah untuk menyebar, namun tersembunyi. Kotor, dan sulit untuk diobati.
Apapun jenisnya, kemunafikan adalah racun.
Dengan menjadi gila, seseorang tidak akan mengenal seperti apa struktur kemunafikan itu sendiri. Dengan menjadi gila, seseorang akan melakukan apapun yang ia kehendaki tanpa memperdulikan apa yang akan terjadi.
Dengan menjadi gila, seseorang akan sangat aktif, menghargai dan perduli akan apa yang ada disekitarnya.
- Dengan menjadi gila, seseorang akan sangat aktif, menghargai dan perduli akan apa yang ada disekitarnya. Kenapa? Mereka akan sangat amat mengamati apapun yang ada di sekelilingnya, dan 'menyentuhnya'. Apapun itu. Air, udara, bau, benda.
Pernah gue berbicara dengan seseorang yang bisa dibilang 'kurang waras' di sekitaran Puncak. Gue yakin dia enggak berbahaya, karena dia seperti berbeda dengan yang lainnya.
Dia menggunakan pakaian ala Eskimo yang terbuat dari karung-karung beras yang udah di design sendiri sama dia hingga menjadi sebuah pakaian. Dia berdiri di pinggir jembatan, yang awalnya gue kira mau bunuh diri. Gue pun dengan berani menghampiri dan menyapanya.
"Permisi pak, sedang apa?"
dia awalnya diam, lalu gue tanya lagi.
"Permisi pak, sedang apa nih?"
lalu dia menjawab "Bernafas.."
jawaban dia yang membuat gue semakin bertanya-tanya..
"Bernafas? Kita sudah bernafas sejak kita dilahirkan p...." dan dia langsung memotong,
"Kita bernafas karena udara, tapi kita jarang menghargainya." dengan nada berat. Sepertinya dia menjadi seperti itu dikarenakan stress.
Dan gue ingin melanjutkan pembicaraan itu karena gue pikir ini sangat menarik untuk dibahas, terutama dengan lawan bicara yang lebih menarik lagi. Tapi apa daya, temen-temen gue udah keburu manggil gue dan pada ketakutan gue di apa-apain. Akhir kata gue ucapin selamat tinggal ke bapak itu, tapi dia malah diem aja. Yaudah..
Dari situ gue mempelajari. Bahwa kegilaan akan menjadikan kita lebih menghargai apa yang ada disekitar kita, yang tidak dilakukan pada manusia normal umumnya.
Keadaan air, udara, suara, getaran, atau debu sekalipun. Apapun yang ada disekeliling kita. Kita hanya menganggapnya sesuatu yang biasa, atau malah justru sesuatu yang mengusik. Hal itu dikarenakan sudah terbiasa berada disekeliling kita, atau justru sebaliknya, kita tidak pernah menjumpai hal itu sehingga kita menganggapnya seperti ancaman. Seperti misalnya, kita terbiasa hidup di rumah yang bersih, dan ketika kita mendatangi rumah yang berantakan dan kotor, kita tidak akan merasa nyaman berada di tempat itu.
Kegilaan juga membuat kita bebas berekspresi. Gue jadi inget sama salah 1 pelukis hebat masa impresionis dari Belanda, Vincent van Gogh. Yang mengalami banyak tekanan pada hidupnya lalu menjadi gila. Dan disaat ia menjadi gila, justru disitulah puncak dari karirnya dimulai. Ia mulai melukis apapun yang ada di memori dia tanpa merusak kualitasnya. Dia tidak lagi memperdulikan apa pun, termasuk "Hukum". Dikarenakan dia pernah di penjara dulu akibat melukis sesuatu yang melanggar hukum. Namun, ia sudah menjadi gila pada akhirnya, tidak akan ada hukum yang bisa membunuhnya. Tidak akan ada hukum yang membunuh HAM dia untuk melukis.
kegilaan membuat
Kegilaan akan membuat berhenti menjadi munafik. Tidak akan ada manusia yang gila namun tetap munafik. Dia akan menjadi siapa dia sebenarnya (termasuk over appreciate) terhadap apa yang ada disekitarnya. Dalam konteks ini, gue memasukan kriteria "orang gila" sama seperti "bayi yang baru lahir", yaitu = tidak berdosa / suci. Apapun yang mereka lakukan (ketika menjadi gila), ya mereka lakukan. Tidak dikarenakan telah terinspirasi, ataupun untuk mendapatkan perhatian. Mereka melakukan apa yang mau mereka lakukan, thats all! Mereka tidak dipengaruhi oleh gaya, mereka menjadi mereka. Tidak membutuhkan cinta, tidak membutuhkan gadget, tidak membutuhkan teman.... Mereka hanya membutuhkan, perlindungan.....
Dan gue, sangat ingin menjadi gila.
Itu mengapa gue sering dengan sengaja berfikir terlalu keras. Berfikir terlalu logis sehingga membuat otak gue gak mampu untuk menghandle nya.
Untuk menjadi gila.