Tertinggal dan Meludah
Ini sebenarnya bukanlah sebuah artikel yang penting untuk dibaca.
Sekali lagi, ini bukanlah sebuah artikel bermanfaat.
Ini juga bukan puisi, tapi ini adalah cerita.
Lets go!
Dia yang mendatangi, memberi seonggok ikan segar dengan balutan uang logam mencenayang ku yg menunggu mangkuk ini terisi.
Menjanjikan harapan untuk makan malam, mengajak ku mengikuti telapak nya yang polos. Dengan niscaya tetap memberi perhatian sampai tersilau dengan rintik cahaya satu persatu membutai yang kurasa inilah tempatnya, dia pun memulai tuk menghabisi ikan itu..
Dibantai lah daging demi daging. Ku tarik paksa logaman sebelum tercampur, ku menyaksikan bagaimana dia menikmati aksinya!
Ego ku memaksakan untuk menarik tangannya dan juga terpotonglah dia punya ibu jari! Haha ini lah saatnya ku menaruh harapan besar!
Sampailah bulan kembali menghidupi warnanya. Kita berbincang dengan dahsyat hingga ia pun mulai lelah menyaksikan figur yg ada..
Berbebas tawa, menari diantara beberapa wine yang berdiri tegak tanpa acungan jari tengah. Mencirikan hedonis tingkat awal, aku menikmatinya! Aku menikmatinya! Dan aku tertawa.. Dimana aku membingungkan, apa yang harus aku tawakan dengan logam ini?
Kamu terlupa, terlalu menghayati perdansaan.. Kamu hendak mengupas jari-jarimu dengan pisau itu.. Berdarah namun tetap bercinta.
Oke lah orang menyebutnya matahari, jam tewasnya hampir terpenuhi. Aku pun menciptakan beberapa tapak dengan jutaan bentuk.
Dan ia tak lupa menghapus tapak-tapak itu, agar tiada serigala yang mengikuti. Aku lupa menyatakannya, tapi sudah terlalu jauh..
Sampai di gubuk manis, ku taruh logaman itu kedalam cendi berlubang. Menyiapkan jerami yang hangat sebelum tersengat.
Tertidurlah dalam sejuta impian. Tak sadar 3 hari sudah ku telan! Oh apa terlalu menikmati? Aku menyadari, aku menyadari! Ku harap dia tidak seperti kebanyakan. Tetap tenang tidur dibalik jerami kasar ini, walau kasar tetap tercermati..
Fiksi, anatomi dan ejakulasi aksi kian terparkir dengan rapih. Dia lah yang takkan tersisih.
Hingga suatu hari ia memanggil lagi, mengingatkan akan ikan mentah yang dipotongnya.. Untuk sebuah gurau nihilisme ortodoks!
Awalnya aku terbuai. Hingga aku merasa cukup pintar untuk berfikir ulang, ternyata ikan itu tidaklah hanya sebuah kenihilan.
Dia lah satu-satunya yang memakannya. Mengunyahnya dengan rentan, menyaksikannya dengan seksama. Oh, ini lah maksudnya dia memberi..
Ibarat meneliti ala Einstein. Asam ikan itu dapat membunuhku, yang ku ragukan kebenarannya. Dan keraguan itu menimbulkan lenyap.
Skakmat! Nada yang ironis! Pergi! Jangan datang! Ancaman kian terulang, entah harus kuberitahu atau tidak siapa dalihnya.
Mengesankan ketika saling melempar tanggung jawab. Apa harus ku sayat nadi ini hingga harus memintamu untuk tetap hidup?
Hingga pada akhirnya pagi buta ini terselesaikan, jika ini kepastian, maka akan ada yang tersiksakan. Salah 1 diantaranya, tentu.
Tiada bukan, adalah sang pengemis itu sendiri.. Saya. :)
benar-benar tidak berarti...

0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda